Senin, 20 Desember 2010

tulisan tentang kasus etika bisnis

NAMA : PURI INDAH LESTARI

KELAS : 4 EA 12

NPM : 10207858

TUGAS : ETIKA BISNIS

DOSEN : SUPRIYO HARTADI. W

TULISAN 7

Etika Bisnis dan Bisnis Beretika

Seorang pria bernama Morgan Spurlock mengadakan sebuah percobaan iseng. Ia adalah pria dewasa yang sehat, segar bugar, siklus hidupnya bagus, dan tidak memiliki masalah kesehatan yang berarti. Ia kemudian nekat mencoba untuk mengonsumsi junk food dari sebuah perusahaan makanan cepat saji yang cukup terkenal untuk membuktikan hipotesis bahwa junk food memberi ekses sangat negatif pada tubuh.

Sebelum melakukan percobaan, Morgan melakukan berbagai pemeriksaan klinis pada 3 dokter yang berbeda untuk mengetahui kondisi fisik dan psikisnya. Setelah itu, selama 30 hari berturut-turut ia hanya mengonsumsi junk food dari perusahaan tersebut, 3 kali sehari, dan setidaknya mencoba setiap menu yang ada minimal 1 kali. Selama periode tersebut, ia terus melakukan pemeriksaan medis. Walau demikian, aktivitas kesehariannya tetap ia lakukan seperti biasa.

Hasilnya ternyata sungguh di luar dugaan. Selama 30 hari, Morgan sering mengalami stress dan depresi, sesak nafas, pusing, sulit tidur, dan bahkan, pasangannya mengeluhkan adanya pengaruh buruk dalam kehidupan seksual dan vitalitas mereka. Selama 30 hari tersebut, Morgan mengalami kenaikan berat badan 24,5 pon, kadar kolesterol membengkak hingga 230, dan tingkat kegemukan sebesar 18%.

Lebih buruk lagi, untuk menghilangkan penambahan bobot sebesar 20 pon tersebut diperlukan waktu selama 5 bulan, dan 9 bulan lagi untuk menghilangkan sisanya. Pendek kata, kesalahan yang dilakukan hanya selama 1 bulan (baca: buying nothing but junk food) harus ditebus dengan pengorbanan selama beberapa bulan lamanya.

Cerita di atas adalah kisah nyata yang diambil dari Super Size Me, sebuah film dokumenter karya Morgan Spurlock. Selain mengisahkan tentang percobaan nekat yang dilakukan Morgan, ada beberapa hal menarik yang diungkap juga dalam film tersebut. Beberapa di antaranya:

  • Amerika nggak cuma mempunyai gedung-gedung tinggi, mobil yang pajang, tetapi juga orang-orang “besar.” Sekitar 60% penduduk Amerika diyakini mengalami obesitas, dengan konsentrasi Detroit dan Houston (Texas).
  • Gaya hidup dan makanan yang keliru tidak hanya dibayar dengan duit, tetapi juga harus ditebus dengan kondisi tubuh, kesehatan, dan risiko kematian.
  • Dalam suatu percobaan, ditunjukkan beberapa gambar tokoh (termasuk George Washington dan Jesus Christ) kepada beberapa anak. Tidak banyak anak yang bisa menebak. Mereka semua baru bisa menebak dengan tepat ketika disodori gambar badut Ronald McDonald.
  • Industri junk food telah berkembang dengan sangat pesat. Sebuah perusahaan fast food ternama, dalam 1 hari bisa melayani 46 juta orang; melebihi jumlah penduduk Spanyol.
  • Lebih parah lagi, junk food juga digalakkan melalui school lunch program.

TULISAN 8

ETIKA BISNIS DAN KURIKULUM PENDIDIKAN DI INDONESIA


Perusahaan diarahkan untuk mencapai tujuan mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin, sejalan dengan prinsip efisiensi. Namun, dalam mencapai tujuan tersebut pelaku bisnis kerap menghalalkan berbagai cara tanpa peduli apakah tindakannya melanggar etika dalam berbisnis atau tidak.

Hal ini terjadi akibat manajemen dan karyawan yang cenderung mencari keuntungan semata sehingga terjadi penyimpangan norma-norma etis, meski perusahaan-perusahaan tersebut memiliki code of conduct dalam berbisnis yang harus dipatuhi seluruh organ di dalam organisasi. Penerapan kaidah good corporate governace di perusahaan swasta, BUMN, dan instansi pemerintah juga masih lemah. Banyak perusahaan melakukan pelanggaran, terutama dalam pelaporan kinerja keuangan perusahaan.

Prinsip keterbukaan informasi tentang kinerja keuangan bagi perusahaan terdaftar di BEJ, misalnya seringkali dilanggar dan jelas merugikan para pemangku kepentingan (stakeholders),terutama pemegang saham dan masyarakat luas lainnya.Berbagai kasus insider trading dan banyaknya perusahaan publik yang di-suspend perdagangan sahamnya oleh otoritas bursa menunjukkan contoh praktik buruk dalam berbisnis. Belum lagi masalah kerusakan lingkungan yang terjadi akibat eksploitasi sumber daya alam dengan alasan mengejar keuntungan setinggi-tingginya tanpa memperhitungkan daya dukung ekosistem lingkungan.
Bagaimana sebenarnya etika bisnis diajarkan di sekolah—kalaupun ada—dan di perguruan tinggi? Etika bisnis merupakan mata kuliah yang diajarkan di lingkungan pendidikan tinggi yang menawarkan program pendidikan bisnis dan manajemen. Beberapa kendala sering dihadapi dalam menumbuhkembangkan etika bisnis didunia pendidikan.

Pertama, kekeliruan persepsi masyarakat bahwa etika bisnis hanya perlu diajarkan kepada mahasiswa program manajemen dan bisnis karena pendidikan model ini mencetak lulusan sebagai mencetak pengusaha. Persepsi demikian tentu tidak tepat. Lulusan dari jurusan/program studi nonbisnis yang mungkin diarahkan untuk menjadi pegawai tentu harus memahami etika bisnis. Etika bisnis adalah acuan bagi perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usaha, termasuk dalam berinteraksi dengan stakeholders, termasuk tentunya karyawan.

Etika bisnis sebaik apa pun yang dicanangkan perusahaan dan dituangkan dalam pedoman perilaku, tidak akan berjalan tanpa kepatuhan karyawan dalam menaati norma-norma kepatutan dalam menjalankan aktivitas perusahaan. Kedua, pada program pendidikan manajemen dan bisnis, etika bisnis diajarkan sebagai mata kuliah tersendiri dan tidak terintegrasi dengan pembelajaran pada mata kuliah lain. Perlu diingat bahwa mahasiswa sebagai subjek didik harus mendapatkan pembelajaran secara komprehensif. Integrasi antara aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif dalam proses pembelajaran harus diutamakan. Sehingga masuk akal apabila etika bisnis—aspek afektif/ sikap dalam hal ini— disisipkan di berbagai mata kuliah yang ditawarkan. Ketiga, metode pengajaran dan pembelajaran pada mata kuliah ini cenderung monoton.Pengajaran lebih banyak menggunakan metode ceramah langsung.

Kalaupun disertai penggunaan studi kasus, sayangnya tanpa disertai kejelasan pemecahan masalah dari kasus-kasus yang dibahas. Hal ini disebabkan substansi materi etika bisnis lebih sering menyangkut kaidah dan norma yang cenderung abstrak dengan standar acuan tergantung persepsi individu dan institusi dalam menilai etis atau tidaknya suatu tindakan bisnis. Misalnya, etiskah mengiklankan sesuatu obat dengan menyembunyikan informasi tentang indikasi pemakaian? Atau membahas moral hazard pada kasus kebangkrutan perusahaan sekelas Enron di Amerika Serikat. Keempat, etika bisnis tidak terdapat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Padahal, sebenarnya penegakan etika bisnis juga menjadi tanggung jawab kita sebagai konsumen. Orangtua dapat mengajarkan etika bisnis di lingkungan keluarga dengan jalan memberi keteladanan pada anak dalam menghargai hak atas kekayaan intelektual (HaKI), misalnya dengan tidak membelikan mereka VCD, game software, dan produk bajakan lain dengan alasan yang penting murah. Keenam, pendidik belum berperan sebagai model panutan dalam pengajaran etika bisnis. Misalnya masih sering kita mendapati fenomena orangtua siswa memberi hadiah kepada gurunya pada saat kenaikan kelas dengan alasan sebagai rasa terimakasih dan ikhlas.

Pendidik menerima hadiah tersebut dengan senang hati dan dengan sengaja menunjukkan hadiah pemberian orangtua siswa tersebut kepada teman sejawatnya dengan memuji-muji nilai atau besaran hadiah tersebut. Tidakkah kita sadari, kondisi seperti ini akan memberikan kesan mendalam pada anak kita? Mengurangi praktik pelanggaran etika dalam berbisnis merupakan tanggung jawab kita semua. Sebagai pengusaha, tujuan memaksimalkan profit harus diimbangi peningkatan peran dan tanggung jawab terhadap masyarakat. Perusahaan turut melakukan pemberdayaan kualitas hidup masyarakat melalui program corporate social responsibility (CSR).

Pada saat kita berperan sebagai konsumen, seyogianya memahami betul hak dan kewajiban dalam menghargai karya orang lain. Orangtua harus menjadi model panutan dengan memberikan contoh baik tentang perilaku berbisnis kepada anak sehingga kelak mereka akan menjadi pekerja atau pengusaha yang mengerti betul arti penting etika bisnis.

Pemerintah sebagai regulator pasar turut berperan mengawasi praktik negatif para pelaku ekonomi. Sudah saatnya pemerintah mempertimbangkan etika bisnis termuat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Peran aktif para pelaku ekonomi ini pada akhirnya akan menjadikan dunia bisnis di Tanah Air surga bagi investor asing.

TULISAN 9

kasus Etika Bisnis-kasus Prita VS RS Omni Internasional

Jangan sampai kejadian saya ini akan menimpa ke nyawa manusia lainnya. Terutama anak-anak, lansia, dan bayi. Bila anda berobat berhati-hatilah dengan kemewahan rumah sakit (RS) dan title international karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka semakin sering uji coba pasien, penjualan obat, dan suntikan.

Saya tidak mengatakan semua RS international seperti ini tapi saya mengalami kejadian ini di RS Omni International. Tepatnya tanggal 7 Agustus 2008 jam 20.30 WIB. Saya dengan kondisi panas tinggi dan pusing kepala datang ke RS OMNI Internasional dengan percaya bahwa RS tersebut berstandard International, yang tentunya pasti mempunyai ahli kedokteran dan manajemen yang bagus.

Saya diminta ke UGD dan mulai diperiksa suhu badan saya dan hasilnya 39 derajat. Setelah itu dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya adalah thrombosit saya 27.000 dengan kondisi normalnya adalah 200.000. Saya diinformasikan dan ditangani oleh dr Indah (umum) dan dinyatakan saya wajib rawat inap. dr I melakukan pemeriksaan lab ulang dengan sample darah saya yang sama dan hasilnya dinyatakan masih sama yaitu thrombosit 27.000.

Dr I menanyakan dokter specialist mana yang akan saya gunakan. Tapi, saya meminta referensi darinya karena saya sama sekali buta dengan RS ini. Lalu referensi dr I adalah dr H. dr H memeriksa kondisi saya dan saya menanyakan saya sakit apa dan dijelaskan bahwa ini sudah positif demam berdarah.

Mulai malam itu saya diinfus dan diberi suntikan tanpa penjelasan atau izin pasien atau keluarga pasien suntikan tersebut untuk apa. Keesokan pagi, dr H visit saya dan menginformasikan bahwa ada revisi hasil lab semalam. Bukan 27.000 tapi 181.000 (hasil lab bisa dilakukan revisi?). Saya kaget tapi dr H terus memberikan instruksi ke suster perawat supaya diberikan berbagai macam suntikan yang saya tidak tahu dan tanpa izin pasien atau keluarga pasien.

Saya tanya kembali jadi saya sakit apa sebenarnya dan tetap masih sama dengan jawaban semalam bahwa saya kena demam berdarah. Saya sangat khawatir karena di rumah saya memiliki 2 anak yang masih batita. Jadi saya lebih memilih berpikir positif tentang RS dan dokter ini supaya saya cepat sembuh dan saya percaya saya ditangani oleh dokter profesional standard Internatonal.

Mulai Jumat terebut saya diberikan berbagai macam suntikan yang setiap suntik tidak ada keterangan apa pun dari suster perawat, dan setiap saya meminta keterangan tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Lebih terkesan suster hanya menjalankan perintah dokter dan pasien harus menerimanya. Satu boks lemari pasien penuh dengan infus dan suntikan disertai banyak ampul.

Tangan kiri saya mulai membengkak. Saya minta dihentikan infus dan suntikan dan minta ketemu dengan dr H. Namun, dokter tidak datang sampai saya dipindahkan ke ruangan. Lama kelamaan suhu badan saya makin naik kembali ke 39 derajat dan datang dokter pengganti yang saya juga tidak tahu dokter apa. Setelah dicek dokter tersebut hanya mengatakan akan menunggu dr H saja.

Esoknya dr H datang sore hari dengan hanya menjelaskan ke suster untuk memberikan obat berupa suntikan lagi. Saya tanyakan ke dokter tersebut saya sakit apa sebenarnya dan dijelaskan saya kena virus udara. Saya tanyakan berarti bukan kena demam berdarah. Tapi, dr H tetap menjelaskan bahwa demam berdarah tetap virus udara. Saya dipasangkan kembali infus sebelah kanan dan kembali diberikan suntikan yang sakit sekali.

Malamnya saya diberikan suntikan 2 ampul sekaligus dan saya terserang sesak napas selama 15 menit dan diberikan oxygen. Dokter jaga datang namun hanya berkata menunggu dr H saja.

Jadi malam itu saya masih dalam kondisi infus. Padahal tangan kanan saya pun mengalami pembengkakan seperti tangan kiri saya. Saya minta dengan paksa untuk diberhentikan infusnya dan menolak dilakukan suntikan dan obat-obatan.

Esoknya saya dan keluarga menuntut dr H untuk ketemu dengan kami. Namun, janji selalu diulur-ulur dan baru datang malam hari. Suami dan kakak-kakak saya menuntut penjelasan dr H mengenai sakit saya, suntikan, hasil lab awal yang 27.000 menjadi revisi 181.000 dan serangan sesak napas yang dalam riwayat hidup saya belum pernah terjadi. Kondisi saya makin parah dengan membengkaknya leher kiri dan mata kiri.

Dr H tidak memberikan penjelasan dengan memuaskan. Dokter tersebut malah mulai memberikan instruksi ke suster untuk diberikan obat-obatan kembali dan menyuruh tidak digunakan infus kembali. Kami berdebat mengenai kondisi saya dan meminta dr H bertanggung jawab mengenai ini dari hasil lab yang pertama yang seharusnya saya bisa rawat jalan saja. dr H menyalahkan bagian lab dan tidak bisa memberikan keterangan yang memuaskan.

Keesokannya kondisi saya makin parah dengan leher kanan saya juga mulai membengkak dan panas kembali menjadi 39 derajat. Namun, saya tetap tidak mau dirawat di RS ini lagi dan mau pindah ke RS lain. Tapi, saya membutuhkan data medis yang lengkap dan lagi-lagi saya dipermainkan dengan diberikan data medis yang fiktif.

Dalam catatan medis diberikan keterangan bahwa bab (buang air besar) saya lancar padahal itu kesulitan saya semenjak dirawat di RS ini tapi tidak ada follow up-nya sama sekali. Lalu hasil lab yang diberikan adalah hasil thrombosit saya yang 181.000 bukan 27.000.

Saya ngotot untuk diberikan data medis hasil lab 27.000 namun sangat dikagetkan bahwa hasil lab 27.000 tersebut tidak dicetak dan yang tercetak adalah 181.000. Kepala lab saat itu adalah dr M dan setelah saya komplain dan marah-marah dokter tersebut mengatakan bahwa catatan hasil lab 27.000 tersebut ada di Manajemen Omni. Maka saya desak untuk bertemu langsung dengan Manajemen yang memegang hasil lab tersebut.

Saya mengajukan komplain tertulis ke Manajemen Omni dan diterima oleh Og(Customer Service Coordinator) dan saya minta tanda terima. Dalam tanda terima tersebut hanya ditulis saran bukan komplain. Saya benar-benar dipermainkan oleh Manajemen Omni dengan staff Og yang tidak ada service-nya sama sekali ke customer melainkan seperti mencemooh tindakan saya meminta tanda terima pengajuan komplain tertulis.

Dalam kondisi sakit saya dan suami saya ketemu dengan Manajemen. Atas nama Og (Customer Service Coordinator) dan dr G (Customer Service Manager) dan diminta memberikan keterangan kembali mengenai kejadian yang terjadi dengan saya.

Saya benar-benar habis kesabaran dan saya hanya meminta surat pernyataan dari lab RS ini mengenai hasil lab awal saya adalah 27.000 bukan 181.000. Makanya saya diwajibkan masuk ke RS ini padahal dengan kondisi thrombosit 181.000 saya masih bisa rawat jalan.

Tanggapan dr G yang katanya adalah penanggung jawab masalah komplain saya ini tidak profesional sama sekali. Tidak menanggapi komplain dengan baik. Dia mengelak bahwa lab telah memberikan hasil lab 27.000 sesuai dr M informasikan ke saya. Saya minta duduk bareng antara lab, Manajemen, dan dr H. Namun, tidak bisa dilakukan dengan alasan akan dirundingkan ke atas (Manajemen) dan berjanji akan memberikan surat tersebut jam 4 sore.

Setelah itu saya ke RS lain dan masuk ke perawatan dalam kondisi saya dimasukkan dalam ruangan isolasi karena virus saya ini menular. Menurut analisa ini adalah sakitnya anak-anak yaitu sakit gondongan namun sudah parah karena sudah membengkak. Kalau kena orang dewasa laki-laki bisa terjadi impoten dan perempuan ke pankreas dan kista.

Saya lemas mendengarnya dan benar-benar marah dengan RS Omni yang telah membohongi saya dengan analisa sakit demam berdarah dan sudah diberikan suntikan macam-macam dengan dosis tinggi sehingga mengalami sesak napas. Saya tanyakan mengenai suntikan tersebut ke RS yang baru ini dan memang saya tidak kuat dengan suntikan dosis tinggi sehingga terjadi sesak napas.

Suami saya datang kembali ke RS Omni menagih surat hasil lab 27.000 tersebut namun malah dihadapkan ke perundingan yang tidak jelas dan meminta diberikan waktu besok pagi datang langsung ke rumah saya. Keesokan paginya saya tunggu kabar orang rumah sampai jam 12 siang belum ada orang yang datang dari Omni memberikan surat tersebut.

Saya telepon dr G sebagai penanggung jawab kompain dan diberikan keterangan bahwa kurirnya baru mau jalan ke rumah saya. Namun, sampai jam 4 sore saya tunggu dan ternyata belum ada juga yang datang ke rumah saya. Kembali saya telepon dr G dan dia mengatakan bahwa sudah dikirim dan ada tanda terima atas nama Rukiah.

Ini benar-benar kebohongan RS yang keterlaluan sekali. Di rumah saya tidak ada nama Rukiah. Saya minta disebutkan alamat jelas saya dan mencari datanya sulit sekali dan membutuhkan waktu yang lama. LOgkanya dalam tanda terima tentunya ada alamat jelas surat tertujunya ke mana kan? Makanya saya sebut Manajemen Omni pembohon besar semua. Hati-hati dengan permainan mereka yang mempermainkan nyawa orang.

Terutama dr G dan Og, tidak ada sopan santun dan etika mengenai pelayanan customer, tidak sesuai dengan standard international yang RS ini cantum.

Saya bilang ke dr G, akan datang ke Omni untuk mengambil surat tersebut dan ketika suami saya datang ke Omni hanya dititipkan ke resepsionis saja dan pas dibaca isi suratnya sungguh membuat sakit hati kami.

Pihak manajemen hanya menyebutkan mohon maaf atas ketidaknyamanan kami dan tidak disebutkan mengenai kesalahan lab awal yang menyebutkan 27.000 dan dilakukan revisi 181.000 dan diberikan suntikan yang mengakibatkan kondisi kesehatan makin memburuk dari sebelum masuk ke RS Omni.

Kenapa saya dan suami saya ngotot dengan surat tersebut? Karena saya ingin tahu bahwa sebenarnya hasil lab 27.000 itu benar ada atau fiktif saja supaya RS Omni mendapatkan pasien rawat inap.

Dan setelah beberapa kali kami ditipu dengan janji maka sebenarnya adalah hasil lab saya 27.000 adalah fiktif dan yang sebenarnya saya tidak perlu rawat inap dan tidak perlu ada suntikan dan sesak napas dan kesehatan saya tidak makin parah karena bisa langsung tertangani dengan baik.

Saya dirugikan secara kesehatan. Mungkin dikarenakan biaya RS ini dengan asuransi makanya RS ini seenaknya mengambil limit asuransi saya semaksimal mungkin. Tapi, RS ini tidak memperdulikan efek dari keserakahan ini.

Sdr Og menyarankan saya bertemu dengan direktur operasional RS Omni (dr B). Namun, saya dan suami saya sudah terlalu lelah mengikuti permainan kebohongan mereka dengan kondisi saya masih sakit dan dirawat di RS lain.

Syukur Alhamdulilah saya mulai membaik namun ada kondisi mata saya yang selaput atasnya robek dan terkena virus sehingga penglihatan saya tidak jelas dan apabila terkena sinar saya tidak tahan dan ini membutuhkan waktu yang cukup untuk menyembuhkan.

Setiap kehidupan manusia pasti ada jalan hidup dan nasibnya masing-masing. Benar. Tapi, apabila nyawa manusia dipermainkan oleh sebuah RS yang dipercaya untuk menyembuhkan malah mempermainkan sungguh mengecewakan.

Semoga Allah memberikan hati nurani ke Manajemen dan dokter RS Omni supaya diingatkan kembali bahwa mereka juga punya keluarga, anak, orang tua yang tentunya suatu saat juga sakit dan membutuhkan medis. Mudah-mudahan tidak terjadi seperti yang saya alami di RS Omni ini.

Saya sangat mengharapkan mudah-mudahan salah satu pembaca adalah karyawan atau dokter atau Manajemen RS Omni. Tolong sampaikan ke dr G, dr H, dr M, dan Og bahwa jangan sampai pekerjaan mulia kalian sia-sia hanya demi perusahaan Anda. Saya informasikan juga dr H praktek di RSCM juga. Saya tidak mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini.

Salam,
PritaMulyasari
AlamSutera
prita.mulyasari@yahoo.com
081513100600

Kalau ditelusuri dari awal sekali kasus ibu prita ini bermula dengan adanya mass mail dari ibu prita ke beberapa orang dalam sebuah jaringan mail-list. Dimana isi dari tulisan tersebut menceritakan tentang buruknya manajemen dan pelayanan RS OMNI kepada ibu prita. Stop sampai disitu sebenarnya kasus ini mempunyai 2 sisi yaitu Pertama ibu prita ingin menuntut haknya sebagai konsumen, OMNI juga ingin menuntut haknya sebagai lembaga pelayanan. Kedua posisi ibu prita yang menulis dan mengirimkan mass mail itu memang kurang bagus keadaannya karena bisa dikategorikan spam/fitnah, pihak OMNI paham dengan baik tentang aturan ini sehingga melakukan tuntutan yang sampai sekarang belum juga terselesaikan dengan baik. UU ITE yang kurang jelas dan rancu juga ikut turut andil dalam sisi kedua sehingga menyebabkan ketidakpastian hukum yang jelas.

Inilah bukti beberapa kebobrokan, yang pertama, dimana yang namanya LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN! sudah dari dulu lembaga perlindungan konsumen di Indonesia ini hanya nampang nama dan keren doang tanpa hasil. Lihat beberapa bukti orang berteriak layanan speedy buruk bla bla bla mana ada respon dari lembaga ini untuk memperjuangkan hak konsumen, konsumen di Indonesia adalah slave! (budak) dan produsen adalah raja. Sekali lagi terbukti yang punya lebih banyak RUPIAH di negeri ini akan menang dalam segala hal. Kedua, PARAHNYA tingkat korupsi di lembaga peradilan.

Kalau merujuk ke UU ITE pasal 43 ayat 5 e yang berbunyi:

melakukan pemeriksaan terhadap alat dan/atau sarana yang berkaitan dengan kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana.

Apakah sudah ada ahli yang bisa membuktikan dengan akurat tentang hal ini? karena ini hukum sudah seharusnya ada bukti yang bisa dipertanggung jawabkan. Bagaimana caranya membuktikan bahwa ibu prita adalah pengirim email ini sebenarnya mudah untuk dibuktikan, untuk penerima email bisa membuka informasi penuh tentang asal mula email tersebut disitu akan terlihat sebuah IP yang bisa ditelusuri lebih sampai kedalam sampai benar dan pasti merujuk pada sebuah alat elektronik. Kalau tidak bisa membuktikan ini maka sebenarnya ibu prita HARUS dibebaskan dari tuntutan spam/fitnah karena tidak ada bukti yang bisa ditunjukkan.

Melihat dari sisi manusiawi, Saya yakin dan amat sangat yakin 70% kasus ini akan dimenangkan ibu prita ASAL ada syaratnya:

  1. Lembaga peradilan tidak menerima suap dari siapa saja. Termasuk dalam hal ini pihak RS OMNI, saya dengar dari banyak isu RS OMNI melakukan penyuapan kepada lembaga peradilan.
  2. YLKI paham dan memperjuangkan hak-hak prita sebagai konsumen. Dalam kasus ini adalah sebenarnya prita lebih mengarah kepada protes pelayanan tetapi menggunakan proses mediasi yang salah.
  3. Kejelasan UU ITE yang tidak rancu.

Saya sudah tau tentang gerakan “koin untuk prita” sebenarnya dalam kasus ini Prita sudah lebih dulu menang sebelum keputusan lembaga peradilan keluar. Hukum dibangun oleh masyarakat dan masyarakat bisa menentukan hukum itu sendiri. Jadi kalau ada gerakan koin untuk prita yang sangat kuat ini sebenarnya sudah terlihat masyarakat lebih memihak kepada prita di banding OMNI. Kalau ini diteruskan maka pihak OMNI kemungkinan besar akan kalah karena kekuatan masyarakat akan lebih besar dibanding kekuatan suatu lembaga. Kalaupun pihak OMNI menang dalam tingkat lembaga peradilan maka rakyat Indonesia pasti tidak akan diam saja mengingat rakyat sudah merasa HUKUM tidak lagi memberikan peradilan bagi semua orang, namun hukun hanya memberikan kemenangan kepada yang memilik lebih banyak UANG.

TULISAN 10

Etika Bisnis: Lapindo Brantas dan HIT

Beberapa waktu belakangan ini setidaknya ada dua berita yang membuat kita mempertanyakan apakah etika dan bisnis berasal dari dua dunia yang berlainan. Pertama, melubernya lumpur dan gas panas di Porong, Sidoarjo yang disebabkan oleh eksploitasi gas PT Lapindo Brantas. Kedua, produsen obat anti nyamuk HIT, PT Megahsari Makmur ketahuan memakai bahan pestisida yang bisa menyebabkan kanker pada manusia di dalam produk barunya, walau zat tersebut sudah dilarang penggunaannya sejak tahun 2004 lalu.

Dalam kasus pertama, bencana tersebut telah menyebabkan dampak negatif yang luar biasa bagi penduduk dan aktivitas perekonomian di daerah sekitarnya. Tercatat ratusan penduduk sekitar harus mengunjungi rumah sakit, sementara perusahaan tersebut terkesan lebih memperdulikan penyelamatan atas aset-asetnya dibanding berusaha mengatasi masalah lingkungan dan sosial yang ditimbulkannya. Kalau pun pada akhirnya PT Lapindo Brantas bersedia memberikan ganti rugi, terdapat kesan hal tersebut dilakukan dengan terpaksa setelah adanya desakan dari berbagai pihak, termasuk wakil presiden M. Jusuf Kalla. Sementara pada kasus HIT, walau perusahaan tersebut sudah meminta maaf dan mulai menarik produknya dari pasaran, terdapat kesan permintaan maaf tersebut dilakukan dengan setengah hati.

Sebelum kedua kejadian tersebut, kita pernah mendengar kasus pemakaian formalin pada makanan dan pembuatan sambal terasi dengan memakai belatung busuk. Karena dalam kasus-kasus tersebut terlihat jelas bagaimana perusahaan bersedia melakukan apa saja demi laba, wajar bila kita berkesimpulan bahwa di dalam bisnis, satu-satunya etika yang diperlukan hanyalah bersikap baik dan sopan kepada para pemegang saham.

Mengapa pandangan tersebut bisa tumbuh subur? Apakah memang benar etika dan kepentingan perusahaan tidak bisa disatukan?

Memang harus diakui kepentingan utama bisnis adalah menghasilkan keuntungan maksimal untuk para shareholders-nya. Fokus tersebut membuat perusahaan yang berpikiran jangka pendek berupaya dengan segala cara melakukan apa saja untuk menaikkan keuntungan. Tekanan kompetisi karena globalisasi dan konsumen yang semakin rewel sering dijadikan alasan.

Akan tetapi, beberapa akademisi dan praktisi bisnis belakangan ini melihat adanya hubungan sinergis antara etika dan kepentingan perusahaan. Menurut pandangan tersebut, justru di era kompetisi yang ketat ini, etika korporasi mampu menciptakan reputasi baik yang bisa dijadikan keunggulan bersaing (competitive advantage) yang sulit untuk ditiru oleh para pesaing.

Salah satu kasus yang sering dijadikan acuan adalah bagaimana Johnson & Johnson (J&J) memangani kasus keracunan Tylenol di tahun 1982. Pada kasus tersebut, tujuh orang dinyatakan mati secara misterius setelah mengkonsumsi Tylenol di Chicago. Setelah diselidiki, ternyata Tylenol tersebut mengandung racun sianida. Meski penyelidikan masih dilakukan untuk mengetahui siapakah pihak yang bertanggung jawab, J&J segera menarik 31 juta botol Tylenol di pasaran dan mengeluarkan pengumuman secara nasional agar para konsumen berhenti mengkonsumsi produk tersebut sampai ada pengumuman lebih lanjut. J&J juga bekerjasama dengan pihak kepolisian, FBI dan FDA (BPOM-nya Amerika Serikat) untuk menyelidiki kasus tersebut. Hasil penyelidikan membuktikan kasus keracunan tersebut disebabkan oleh pihak lain yang memasukkan sianida tersebut ke dalam botol-botol Tylenol.

Biaya yang dikeluarkan oleh J&J dalam kasus tersebut lebih dari US$ 100 juta. Namun karena kesigapan dan tanggung jawab yang mereka tunjukkan, perusahaan tersebut berhasil membangun reputasi bagus yang masih dipercayai sampai saat ini. Begitu kasus tersebut diselesaikan, Tylenol dilempar kembali ke pasaran dengan penutup yang lebih aman dan produk tersebut segera kembali menjadi pemimpin pasar. Secara jangka panjang, filosofi J&J yang meletakkan keselamatan konsumen di atas kepentingan perusahaan justru berbuah keuntungan yang lebih besar kepada perusahaan.

Berkaca pada beberapa contoh kasus di atas, sudah saatnya kita merenungkan kembali cara pandang lama yang melihat etika dan bisnis berasal dari dua dunia yang berbeda. Penerapan standar etika yang tinggi di perusahaan sebenarnya mampu memberikan keuntungan dalam dua hal sekaligus. Selain untuk membangun corporate image dan reputasi yang bagus, perusahaan juga bisa memandang penerapan standar etika yang tinggi sebagai bagian dari risk management untuk mengurangi resiko jangka panjang perusahaan.

Doug Lennick dan Fred Kiel (2005) dan buku mereka Moral Intelligence, menyimpulkan bahwa perusahaan-perusahaan yang memiliki pemimpin yang menerapkan standar etika dan moral yang tinggi terbukti lebih sukses dalam jangka panjang. Tentu saja yang penting untuk diperhatikan di sini adalah penekanan terhadap kata jangka panjang. Para pemilik modal dan manajer perusahaan yang berpikiran pendek tentu sulit menerima logika ini karena beretika dalam bisnis jarang memberikan keuntungan segera. Karena itu, sistem organisasi terutama sistem insentif harus mempertimbangkan pencapaian prestasi jangka panjang dan penerapan nilai-nilai etika sebagai salah satu faktor penilaian dan promosi. Sistem audit dan kontrol juga harus diperketat untuk mendeteksi secepat mungkin penyimpangan yang terjadi dan menghukum para pelanggar etika tanpa memandang bulu. Kepemimpinan yang menjunjung tinggi etika dan memberi teladan jelas sangat dibutuhkan juga. Tanpa hal-hal seperti itu, etika dalam perusahaan hanyalah omong kosong.

Peran masyarakat, terutama melalui pemerintah, pasar modal, badan-badan pengawasan, LSM, media, dan konsumen yang kritis sangat dibutuhkan untuk membantu meningkatkan standar etika bisnis di Indonesia. Sangat disesalkan, misalnya, kasus penggunaan bahan berbahaya pada obat anti-nyamuk HIT hanya mendapatkan porsi berita ala kadarnya dan seolah-olah berhenti begitu saja.

TULISAN 11

HAK PEKERJA

MACAM-MACAM HAK PEKERJA

Hak Atas Pekerjaan

Hak atas pekerjaan merupakan hak azasi manusia,karena.:

  1. Kerja melekat pada tubuh manusia. Kerja adalah aktifitas tubuh dan karena itu tidak bisa dilepaskan atau difikirkan lepas dari tubuh manusia.
  2. Kerja merupakan perwujudan diri manusia, melalui kerja manusia merealisasikan dirinya sebagai manusia dan sekaligus membangun hidup dan lingkungannya yang lebih manusiawi. Maka melalui kerja manusia menjadi manusia, melalui kerja mamnusia menentukan hidupnya sendiri sebagai manusia yang mandiri.
  3. Hak atas kerja juga merupakan salah satu hak asasi manusia karena kerja berkaitan dengan hak atas hidup, bahkan hak atas hidup yang layak.

Hak atas pekerjaan ini tercantum dalam undang-undang dasar 1945 pasal 27 ayat 2 yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Hak atas upah yang adil

Hak atas upah yang adil merupakan hak legal yang diterima dan dituntut seseorang sejak ia mengikat diri untuk bekerja pada suatu perusahaan. Dengan hak atas upah yang adil sesungguhnya bahwa:

  1. Bahwa setiap pekerja berhak mendapatkan upah, artinya setiap pekerja berhak untuk dibayar.
  2. Setiap orang tidak hanya berhak memperoleh upah, ia juga berhak memperoleh upah yang adil yaitu upah yang sebanding dengan tenaga yang telah disumbangkannya.
  3. Bahwa perinsipnya tidak boleh ada perlakuan yang berbeda atau diskriminatif dalam soal pemberian upah kepada semua karyawan, dengan kata lain harus berlaku prinsip upah yang sama untuk pekerjaan yang sama.

Hak untuk berserikat dan berkumpul

Untuk bisa memperjuangkan kepentingannya, khususnya hak atas upah yang adil, pekerja harus diakui dan dijamin haknya untuk berserikat dan berkumpul. Yang bertujuan untuk bersatu memperjuangkan hak dan kepentingan semua anggota mereka. Menurut De Geroge, dalam suatu masyarakat yang adil, diantara perantara-perantara yang perlu untuk mencapai suatu sistem upah yang adil, serikat pekerja memainkan peran yang penting.

Ada dua dasar moral yang penting dari hak untuk berserikat dan berkumpul :

  1. Ini merupakan salah satu wujud utama dari hak atas kebebasan yang merupakan salah satu hak asasi manusia.
  2. Dengan hak untuk berserikat dan berkumpul, pekerja dapat bersama-sama secara kompak memperjuangkan hak mereka yang lain, khususnya atas upah yang adil.

Beberapa hal yang perlu dijamin dalam kaitan dengan hak atas keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja:

  1. Setiap pekerja berhak mendapatkan perlindungan atas keamanan, keselamatan dan kesehatan melalui program jaminan atau asuransi keamanan dan kesehatan yang diadakan perusahaan itu.

2. Setiap pekerja berhak mengetahui kemungkinan resiko yang akan dihadapinya dalam menjalankan pekerjaannya dalam bidang tertentu dalam perusahaan tersebut.

3. Setiap pekerja bebas untuk memilih dan menerima pekerjan dengan resiko yang sudah diketahuinya itu atau sebaiknya menolaknya.

Hak untuk diproses hukum secara sah

Hak ini terutama berlaku ketika seorang pekerja dituduh dan diancam dengan hukuman tertentu karena diduga melakukan pelanggaran atau kesalahan tertentu. Pekerja tersebut wajib diberi kesempatan untuk mempertanggungjawabkan tindakannya, dan kalau ternyata ia tidak bersalah ia wajib diberi kesempatan untuk membela diri.

Hak untuk diperlakukan secara sama

Pada perinsipnya semua pekerja harus diperlakukan secara sama, secara fair. Artinya tidak boleh ada diskriminasi dalam perusahaan entah berdasarkan warna kulit, jenis kelamin, etnis, agama dan semacamnya, baik dalam sikap dan perlakuan, gaji, maupun peluang untuk jabatan, pelatihan atau pendidikan lebih lanjut.

Perbedan dalam hal gaji dan peluang harus dipertimbangkan secara rasional

Diskriminasi yang didasrkan pada jenis kelamin, etnis, agama dan semacamnya adalah perlakuan yang tidak adil.

Hak atas rahasia pribadi

Karyawan punya hak untuk dirahasiakan data pribadinya, bahkan perusahan harus menerima bahwa ada hal-hal tertentu yang tidak boleh diketahui oleh perusahaan dan ingin tetap dirahasiakan oleh karyawan.

Hak atas rahasia pribadi tidak mutlak, dalam kasus tertentu data yang dianggap paling rahasia harus diketahui oleh perusahaan atau akryawan lainnya, misalnya orang yang menderita penyakit tertentu. Ditakutkan apabila sewaktu-waktu penyakit tersebut kambuh akan merugikan banyak orang atau mungkin mencelakakan orang lain.

Umumnya yang dianggap sebagai rahasia pribadi dan karena itu tidak perlu diketahui dan dicampuri oleh perusahaan adalah persoalan yang menyangkut keyakinan religius, afiliasi dan haluan politik, urusan keluarga serta urusan sosial lainnya.

Hak atas kebebasan suara hati.

Pekerja tidak boleh dipaksa untuk melakukan tindakan tertentu yang dianggapnya tidak baik, atau mungkin baik menurut perusahaan jadi pekerja harus dibiarkan bebas mengikuti apa yang menurut suara hatinya adalah hal yang baik.

WHISTLE BLOWING

Whistle blowing adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang karyawan untuk membocorkan kecurangan entah yang dilakukan oleh perusahaan atau atasannya kepada pihak lain. Pihak yang dilapori itu bisa saja atasan yang lebih tinggi atau masyarakat luas.

Rahasia perusahaan adalah sesuatu yang konfidensial dan memang harus dirahasiakan, dan pada umumnya tidak menyangkut efek yang merugikan apa pun bagi pihak lain, entah itu masyarakat atau perusahaan lain.

Whistle blowing umumnya menyangkut kecurangan tertentu yang merugikan baik perusahaan sendiri maupun pihak lain, dan kalau dibongkar memang akan mempunyai dampak yang merugikan perusahaan, paling kurang merusak nama baik perusahaan tersebut.

Contoh whistle blowing adalah tindakan seorang karyawan yang melaporkan penyimpangan keuangan perusahaan. Penyimpangan ini dilaporkan pada pihak direksi atau komisaris. Atau kecurangan perusahaan yang membuang limbah industri ke sungai.

Ada dua macam whistle blowing :

  1. Whistle blowing internal

2. Whistle blowing eksternal

Selasa, 14 Desember 2010

tulisan kasus - kasus etika bisnis

NAMA : PURI INDAH LESTARI

KELAS : 4 EA 12

NPM : 10207858

TUGAS : ETIKA BISNIS

DOSEN : SUPRIYO

TULISAN 4

Kasus Aborsi Remaja di Indonesia ternyata sangat mencengangkan. Angkanya melaju sangat cepat bahkan melebihi jumlah aborsi di negara negara maju sekalipun. Tengoklah dua artikel berikut yang menggambarkan kondisi kehidupan remaja di Indonesia

2,3 Juta Kasus Aborsi Per Tahun, 30 Persen oleh Remaja

Jumlah kasus aborsi di Indonesia setiap tahun mencapai 2,3 juta, 30 persen di antaranya dilakukan oleh para remaja.

"Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) pada remaja menunjukkan kecenderungan meningkat antara 150.000 hingga 200.000 kasus setiap tahun," kata Luh Putu Ikha Widani dari Kita Sayang Remaja (Kisara) Bali di Denpasar Senin.

Ia mengatakan, survei yang pernah dilakukan pada sembilan kota besar di Indonesia menunjukkan, KTD mencapai 37.000 kasus, 27 persen di antaranya terjadi dalam lingkungan pranikah dan 12,5 persen adalah pelajar.

KTD di kalangan remaja hingga sekarang masih menjadi dilema yang belum dapat diselesaikan secara tuntas. Banyak kalangan yang pada akhirnya memojokkan remaja sebagai pelaku tunggal.

"Jika dicermati lebih jauh, munculnya KTD di kalangan remaja adalah akumulasi ari serangkaian ketidakberpihakan berbagai kalangan terhadap remaja," ujar Ikha Widani.

Hambatan tersebut antara lain menyangkut upaya memberikan informasi kesehatan eproduksi yang cukup dan mendalam, serta semakin banyaknya remaja yang terjebak oleh mitos dibanding dengan fakta.

Untuk itu, langkah awal perlunya upaya meningkatkan akses remaja terhadap informasi yang benar dengan merangkul berbagai kalangan, termasuk media massa.

.Ikha Widani menjelaskan, selain kehamilan yang tidak diinginkan perlu mendapat penanganan secara serius, juga menyangkut penderita HIV/AIDS, mengingat lebih dari 50 persen menimpa kelompok usia 19-25 tahun dengan kondisinya semakin mengkhawatirkan

"Berbagai hasil penelitian menunjukkan, sekitar 28,5 persen para remaja telah melakukan hubungan seksual sebelum nikah dan 10 persen di antaranya akhirnya menikah dan memiliki anak," ujar Ikha Widani. [sumber: Kompas.com]

100 Remaja Lakukan Aborsi Setiap Hari

Kurikulum pendidikan seks (sex education) di sekolah-sekolah selama ini dinilai kurang efektif dalam menanggulangi seks bebas di kalangan remaja. Oleh karenanya, peran orangtua menjadi sangat penting dalam menanamkan nilai-nilai moral, etika, hukum dan agama.

Pergaulan seks bebas di kalangan remaja Indonesia saat ini sangatlah memprihatinkan. Berdasarkan penelitian, tiap hari 100 remaja melakukan aborsi. Jika dihitung pertahun, 36 ribu janin dibunuh oleh remaja dari rahimnya. Belum lagi pengaruh teknologi informasi yang tak terkendali membuat remaja lebih mudah mengakses pengetahuan tentang seks lewat internet, film porno dan majalah porno.

Prof dr Dadang Hawari, psikiater, mengatakan, pengaruh gaya hidup barat sebagai penyebab para remaja mengabaikan nilai-nilai moral. Mereka cenderung menganggap seks bebas sebagai sesuatu yang wajar.

Padahal, agama melarang keras seks bebas. "Namanya saja perzinahan, mendekatinya saja tentu tidak boleh, apalagi melakukannya. Remaja sekarang ini rentan terkena dampak pengaruh informasi seks yang tidak mendidik dan tidak sesuai kaidah agama," tandas Dadang.

Berdasarkan penelitian, tujuh dari dari sepuluh perempuan telah melakukan hubungan seksual sebelum berumur 20 tahun. Sementara satu dari enam pelajar perempuan aktif bergaul seks bebas. Paling sedikit mereka berganti pasangan dengan empat laki-laki yang berbeda-beda.

Dadang berpendapat, seks bebas di kalangan remaja merupakan tanggung jawab kita bersama. Mereka adalah asset yang harus kita bina mental dan moralitasnya. Informasi yang mereka dapatkan selama ini biasa melalui situs porno dan film porno.

Akses informasi menurut dadang, dapat diperoleh dengan mudah melalui internet, HP, buku komik dewasa dan anak, TV (sinetron, film), CD, playstation, media informasi yang saat ini sangat sangat dekat dengan kesehatan remaja.

"Semua media informasi tersebut menyerbu anak-anak dan dikemas sedemikian rupa sehingga perbuatan seks itu dianggap lumrah dan menyenangkan. Mulai dari berciuman, berhubungan seks sebelum nikah, menjual keperawanan, gonta-ganti pasangan, seks bareng, homo atau lesbi, sampai ke incest, semuanya tersedia dalam berbagai media informasi," papar Dadang.

Lalu bagaimana mengantisipasinya? Menurut Dadang, harus diajarkan pendidikan seks berdasarkan nilai-nilai agama. Bila remaja sejak dini diperkenalkan kepada pendidikan seks yang sesuai dengan agama, hingga seks bebas di kalangan remaja sedemikian rupa dapat dihindari.

TULISAN 5

Kasus- Kasus di Indonesia, Selesai Atau Tuntas?

Belum beberapa lama ini, di media telivisi lagi dihebohkan pembahasan tentang video mesum luna-ariel, cut tari-ariel. beberapa tokoh dihadirkan dalam diskusi dan dimintai pendapat tentang “bagaimana pendapat mereka tentang video tersebut” , berbagai macam pendapatpun di keluarkan dari yang fokus pada “siapa yang menyebarkan video tersebut” dan fokus pada yang “ini kesalahan dari publik figur sendiri yang merekam hubungan sex tersebut”.. tetapi apa hukumun yang bisa diterapkan bagi yang melakukan hubungan terlarang tersebut dan apa hukuman bagi yang menyebarkan video tersebut?

Lalu bagaimana tindakan penegakkan hukum di negera ini? sedangkan video tersebut sudah beredar luas di pasaran.. sedangkan kalau boleh berpendapat : banyak video2 serupa yang beredar di pasaran dan dengan mudah dapat dibeli di penjual dvd/vcd bajakan. jika solusi hanya dengan membentengi anak-anak kita dengan iman yang kuat juga tidak cukup karena lingkungan juga mengkondisikan maksudnya adalah kalau di internet dengan mudah mendapat video2 tersebut, penyebaran lewat HP dan media yang memfasilitasi tersebut. dan Hukuman bagi Para pelaku hubungan Sex yang terlarang pun Juga Tidak ada yang mengakibatkan Pelaku Jera

Ini adalah contoh kasus yang ada di Indonesia dengan “ketidakjelasan” apakah kasus itu selesai atau tuntas?

Belum lagi dengan kasus lainnya seperti yang lagi hangat kasus Century.. bagaimana kasus ini dari tahun 2009 - 2010 tidak ada tindakan dan hukuman yang jelas siapa yang harus bertanggung jawab dan lansung di adili ke persidangan. 6,7 T itu bukan uang yang sedikit..bahkan dalam berita terbaru : ” kpk mulai lemah. ngaku tak temukan bukti kasus century” (www.republika.co.id) bagaimana akhir dari kasus century ini? apakah selesai atau tuntas?

Munculah wacana baru lagi tentang Dana Aspirasi, yang menjadi kontroversi bagi masyarakat.. belum lagi kejelasan masalah kasus century, sudah muncul baru DANA ASPIRASI

Inilah sedikit gambaran peradilan di negeri ini.. kasus-kasus tersebut mungkin akan hilang (atau selesai) tetapi tidak tuntas? mungkin ada muncul dalam wacana baru lagi(kasus baru lagi..)

Muncul dan hilang..tanpa tahu ketuntasan dalam sebuah kasus..inilah negeri ku.. negeri INDONESIA.. negeri yang menerapkan sebuah sistem yang bernama DEMOKRASI yang TERBUKA jadi setiap orang bisa berpandangan2 berbeda-beda yang TIDAK mempunyai STANDAR yang bisa dijadikan “acuan” yang sama ketika berpandangan.

TULISAN 6

8 Kasus Pembunuhan Berantai di Indonesia dalam 15 Tahun

Nyawa sepertinya sudah tidak ada harganya lagi !! bahkan seorang manusia pun sepertinya sudah tak mempunyai naluri kemanusiaan … manusia bisa kejam melebihi binatang … sungguh disayangkan, bila manusia yang di beri kelebihan untuk berpikir ternyata tak bisa menggunakan kelebihannya .. bertindak sesukanya … inikah manusia saat ini ?

Jakarta – Tersingkapnya kasus-kasus pembunuhan yang dilakukan Very Idam alias Ryan, menambah catatan rangkaian pembunuhan berantai di Indonesia. Selama 15 tahun terakhir, sedikitnya ada 8 pembunuhan berantai. Yang jadi korban, bisa teman dekat, ada juga yang tak punya hubungan apa-apa dengan pelaku.

Para pelaku pembunuhan berantai itu divonis hukuman mati. Kasus pembunuhan berantai apa dan siapa saja pelakunya?

1994 – Harnoko Dewanto, pelaku pembunuhan 3 orang di Los Angeles, Amerika Serikat(Gina,Eri,Suresh). Vonis hukuman mati.
1996Ny Astini, pelaku pembunuhan 3 orang di Surabaya. Vonis hukuman mati dan telah dieksekusi tahun 2005

1996Siswanto (Robot Gedhek), pelaku pembunuhan 6 anak jalanan di Jakarta. Vonis hukuman mati dan telah meninggal dunia pada 2007

1997Ahmad Suraji, pelaku pembunuhan 42 wanita di Medan. Vonis hukuman mati, telah dieksekusi pada 2008

2001- Rio Alex Bulo (Rio Martil), pelaku pembunuhan 4 orang di Jabar, Jateng, Jatim ditambah 1 orang selama di LP Nusakambangan. Vonis hukuman mati

2005 – Iptu Garibaldi Handayani, pelaku pembunuhan 7 orang di Jambi. Vonis hukuman mati

2007- Tubagus Yusuf Maulana (Dukun Usep), pelaku pembunuhan 8 orang di Lebak. Vonis hukuman mati, telah dieksekusi 2008

2008- Verry Idham Henyaksah (Ryan), pembunuhan terhadap 5 orang: 1 orang di Depok dan 4 orang di Jombang, Jawa Timur. Diduga masih ada korban-korban lainnya. Kasus masih dalam tahap penyidikan.